Penemuan terkait praktik penipuan ini merupakan hasil kolaborasi pemeriksaan yang dilakukan oleh KPK, Tim PK-JKN BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Berdasarkan temuan tersebut, KPK merekomendasikan kepada semua pihak untuk menindaklanjuti kasus penipuan ini sesuai dengan kewenangan yang dimiliki masing-masing. Sebagai contoh, KPK akan menyelidiki pelaku penipuan untuk kemudian melaporkannya kepada pihak berwenang, sementara BPJS Kesehatan memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi atas pelanggaran yang terjadi sesuai dengan peraturan yang berlaku. "Beberapa rumah sakit telah menjalani proses piloting (pemeriksaan) yang dilakukan oleh Tim PK-JKN Pusat bersama KPK, Kementerian Kesehatan, dan BPKP. Dalam kegiatan tersebut, teridentifikasi adanya indikasi-indikasi kecurangan yang menjadi rekomendasi dari KPK untuk ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangan masing-masing instansi," ungkap Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah, kepada detikcom, pada hari Senin (29/7). Ia mengungkapkan bahwa hingga saat ini telah terbukti ada tiga rumah sakit yang melakukan tindakan penipuan dan sedang diselidiki lebih lanjut. Penipuan yang dimaksud adalah klaim fiktif yang membuat jumlah tagihan perawatan yang diajukan oleh rumah sakit kepada BPJS Kesehatan jauh lebih besar dari seharusnya. "Sebenarnya, penipuan dalam Program JKN tidak hanya terbatas pada klaim fiktif. Proses ini sedang dilakukan oleh tim PK JKN," ujar Rizzky. Ia juga menjelaskan modus yang sering digunakan tiga rumah sakit ini untuk meningkatkan tagihan klaim BPJS Kesehatan mereka, termasuk menyalin klaim pasien lain dan menambah jumlah obat yang digunakan dalam laporan klaim. Berbagai bentuk kecurangan yang dilakukan oleh fasilitas kesehatan meliputi manipulasi diagnosis dan/atau tindakan, penjiplakan klaim dari pasien lain (cloning), klaim yang tidak benar (phantom billing), penggelembungan biaya obat dan/atau alat kesehatan (Inflated bills), pemecahan episode pelayanan yang tidak sesuai dengan indikasi medis, dan lain-lain, ungkapnya. Di sisi lain, Juru Bicara KPK Tessa Mahardika menyatakan bahwa hingga saat ini, pihaknya bersama PK-JKN dan lembaga terkait lainnya telah memeriksa setidaknya sembilan rumah sakit yang terlibat dalam praktik penipuan klaim tagihan BPJS Kesehatan. Namun, baru tiga rumah sakit yang terbukti melakukan kecurangan yang diperkirakan mengakibatkan kerugian mencapai Rp 35 miliar. Ketiga rumah sakit tersebut kini menjadi fokus pemeriksaan KPK. "Telah dilakukan penelusuran awal pada sembilan fasilitas kesehatan rumah sakit. Selanjutnya, tim sepakat untuk menangani dugaan kecurangan pada tiga fasilitas kesehatan," tuturnya. RS di Jawa Tengah diduga melakukan fraud sebesar Rp 29,4 Milyar atas 22.550 kasus (klaim fiktif). Satu RS di Sumatera Utara juga terlibat dalam kasus fraud dengan jumlah Rp 4,2 Milyar atas 1620 kasus. Selain itu, terdapat satu RS lagi di Sumatera Utara yang diduga melakukan fraud sebesar Rp 1,5 Milyar atas 841 kasus," ungkap Tessa. Menyikapi hal tersebut, Tessa menyatakan bahwa KPK, BPJS Kesehatan, dan lembaga terkait lainnya sepakat untuk menindaklanjuti kasus fraud klaim fiktif ini sesuai dengan kewenangan masing-masing. KPK akan melakukan penyelidikan terhadap pelaku fraud dan melaporkannya kepada aparat penegak hukum untuk proses pidana. "Tindakan dilakukan dengan menyampaikan laporan dugaan fraud (klaim BPJS Kesehatan) kepada APH (aparat penegak hukum)," tegasnya. Selain itu, Tessa juga mengungkapkan bahwa KPK bersama PK-JKN BPJS, Kementerian Kesehatan, dan BPKP telah sepakat untuk membentuk Tim Bersama di tingkat daerah guna memantau lebih banyak fasilitas kesehatan di setiap daerah guna mengurangi risiko fraud.
404
BPJS Kesehatan Menjamin Biaya Operasi Sesar Melalui JKN
3 Metode untuk Memeriksa Saldo JHT BPJS Ketenagakerjaan